Blogger Widgets
Happy Cute Box Dog

Jumat, 21 Februari 2014

Sarekat Islam (SI)


              Sarekat Islam (SI) merupakan perkembangan dari Sarekat Dagang Islam (SDI). Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan oleh H.Samanhudi, pengusaha dari kota Solo. (Supriatna, 2007: 85) Organisasi ini didirikan akhir 1905 di Solo. Sesuai dengan namanya, SDI mendasarkan diri pada agama Islam untuk menyatukan para pedagang muslim. Tujuan didirikannnya Sarekat Dagang Islam (SDI) adalah untuk memajukan perdagangan bagi para bumiputera Indonesia agar mampu bersaing dengan pedagang-pedagang Cina. Selain itu untuk meningkatkan pengalaman ajaran islam di antara para anggotanya. (Sardiman, 2006: 103)
 
            Pada tahun 1912, dalam konggresnya di Surabaya, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Pimpinan SI dipegang oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
  1. Mengembangkan jiwa dagang.
  2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
  3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
  4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
  5. Hidup menurut perintah agama. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam)
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Sarekat Islam mengadakan konggres yang pertama padatanggal 26 februari 1913 di Surabaya. Hasilnya, antara lain menyatakan bahwa Sarekat Islam bukan organisasi politik, melainkan organisasi bersifat social budaya dan tidak bemaksud menentang colonial Belanda. Pada tahun 1915, diselenggarakan konggresnya yang kedua di Solo. Dalam konggres ini ditegaskan tentang keanggotaan Sarekat Islam, yaitu hanya rakyat biasa. (Al-Ansori, 2010 : 97)

      Sarekat Islam yang bersifat terbuka dan merakyat itu dalam waktu singkat berkembang denga pesat. Banyak ulama yang disegani duduk dalam organisasi itu. Selain itu Sarekat Islam mementingkan rakyat biasa dan mayoritas anggotannya beragama Islam. Cabang dan anggotanya tersebar dimana-mana dan menjadi organisasi masa yang cukup besar pada zamannya. Walaupun SI tidak mencantumkan kegiatan berpolitik, dalam perkembangan SI berjuang dibidang politik menuntut perlakuan yang adil dari Hindia-Belanda. (Supriatna, 2007: 86)

Kemajuan Sarekat Islam ini membuat pemerintah colonial Belanda merasa khawatir. Oleh karena itu, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang menetapkan Sarekat Islam dan cabang-cabangnya berdiri sendiri sebagi badan hukum dalam mengurus daerah masing-masing. Untuk mengkoordinir cabang-cabang itu pemerintah mengizinkan Sarekat Islam membentuk Central Sarekat Islam tahun 1915 sebagai wakil Sarekat Islam daerah. Tujuannya untuk memajukan dan membantu cabang-cabang di daerah itu dalam mengadakan kerjasama. (Al-Ansori, 2010 : 98)

      Kegiatan politik yang dilakukan Sarekat Islam sangatlah hati-hati dan secara bertahap. Pada juni 1916 diadakan diadakan konggres konggres lanjutan di Bandung. Ketua SI, Tjokroaminoto mengkritik praktik kolonialisme Belanda yang tidak menghormati hak asasi manusia di Indonesia. SI juga menuntut agar wakil-wakil rakyat Indonesia diberi kesempatan untuk dududk di pemerintahan. Pada kongres SI 20-27 Oktober 1917 di Jakarta, diambil keputusan bahwa SI masih tetap menyetujui aksi parlementer-revolusioner dan tetap mencita-citakan suatu pemerintahan nasional Indonesia. (Supriatna, 2007: 86)

Pemerintah Hindia-Belanda yang mulai curiga ingin secepatnya berusaha memecah organisasi itu. Cara yang digunakan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk memecah organisasi Islam itu adalah dengan mengadakan penyusupan kedalam organisasi tersebut. Beberapa orang Belanda yang berfaham Sosialis demokrasi didatangkan dari Belanda. Mereka adalah HJFM, Sneevliet, J.A Bransteder, HW. Dekker, dan Bergsma. Diantara mereka ini yang paling terkenal adalah Sneevliet. (Sudiyo, 2002: 33)

Dengan kedok ingin memperbaiki nasib rakyat, maka Sneevliet dan kawan-kawan mudah bergaul dengan orang-oramg SI. Melalui pergaulan ini paham sosialis-demokratis dimasukkan. Bahkan tak sedikit ajaran maxis masuk kedalam tubuh SI. Akibatnya banyak orang–orang SI yang tertarik dengan ajran tersebut. Oleh karena itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu sejak kedatangan orang-orang berpaham sosialis demokrasi pada tahun 1913, sehingga pada bulan Mei 1914 di Semarang didirikan Indische Social Demokratische Vereniging (ISDV). Banyak orang-orang SI yang masuk kedalam ISDV yang berarti mempunyai keanggotaan rangkap. (Sudiyo, 2002: 33-34)

Orang orang SI yang masuk kedalam ISDV, antara lain ialah Semaun, Dharsono, Alimin, Tan Malaka, dan lain-lain. Perbedaan pandangan antara orang-orang SI yang terpengaruh dan yang tidak terpengaruh semakin tajam. Pada konggres di Yogyakarta 1921, SI melaksanakan disiplin Partai seperti pada organisasi atau partai politik. Sikap tersebut dikemukakan Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Adanya disiplin tersebut mengharuskan anggota SI tidak terikat dengan organisasi lain. (Sudiyo, 2002: 34)

Disiplin partai telah membuat Semaun dan Darsono dikeluarkan dari organisasi sehingga terjadi perpecahan dalam tubuh SI. satu pihak mengikuti kelompok Semaun dan kawan-kawan, yang menganut paham sosialis demokrasi yang berbau maxis dan yang satu lagi pihak lagi mengikuti kelompok Cokroaminoto dan kawa-kawan yang tetap meneruskan program lama, yaitu kebebasan ekonomi rakyat, berjiwa Islam, guan kekuatan dan persatuan. Selanjutnya kelompok Semaun dan kawan-kawan disebut SI merah dan kelompok Cokroaminoto dan kawan-kawan disebut SI putih. (Sudiyo, 2002: 34)

Atas dorongan Semau dan kawan-kawan, maka dalam kongres ISDV ke-7 tanggal 23 Mei 1920, nama ISDV diubah menjadi “Perserikatan Komunis Hindia” dan tidak lama kemudian pada tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia itu di uabh namanya menjadi “Partai Komunis Indonesia (PKI)”. Sedangkan SI putih mengusulkan rapat kepada CSI untuk membahas penyatuan Sarekat Buruh. CSI menyetujui dan rapat diadakan pada bulan April 1923. Dalam rapat tersebut diputuskan sebagai berikut.
1.      Dibentuk organisasi penyatuan Sarekat Buruh dengan nama “persatuan Vakbond Hindia” (PVH)
2.      Apabila ad seseorang pemimpin buruh ditangkap, kaum buruh akan mengadakan pemogokan.

Berhubung Semaun dan kawan-kawan, sangat memaksa untuk pemogokan sehingga kelompok Cokroaminoto menyatakan keluar dari PVH dan sekaligus juga mengubah sikapnya dari kooperatif ke non-kooperatif. Dalam hal ini, berarti SI keluar dari Volksraad dan menamakan organisasinya menjadi “Partai Sarekat Islam (PSI).” (Sudiyo, 2002: 35)