Sarekat Islam (SI) merupakan perkembangan dari Sarekat Dagang Islam (SDI). Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan oleh H.Samanhudi, pengusaha dari kota Solo. (Supriatna, 2007: 85) Organisasi ini didirikan akhir 1905 di Solo. Sesuai dengan namanya, SDI mendasarkan diri pada agama Islam untuk menyatukan para pedagang muslim. Tujuan didirikannnya Sarekat Dagang Islam (SDI) adalah untuk memajukan perdagangan bagi para bumiputera Indonesia agar mampu bersaing dengan pedagang-pedagang Cina. Selain itu untuk meningkatkan pengalaman ajaran islam di antara para anggotanya. (Sardiman, 2006: 103)
Pada tahun 1912, dalam konggresnya
di Surabaya, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Pimpinan SI dipegang oleh
Haji Umar Said Cokroaminoto. Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang
ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari
anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
- Mengembangkan jiwa dagang.
- Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
- Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
- Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
- Hidup menurut perintah agama. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam)
SI tidak membatasi
keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Sarekat Islam mengadakan konggres yang
pertama padatanggal 26 februari 1913 di Surabaya. Hasilnya, antara lain
menyatakan bahwa Sarekat Islam bukan organisasi politik, melainkan organisasi
bersifat social budaya dan tidak bemaksud menentang colonial Belanda. Pada tahun
1915, diselenggarakan konggresnya yang kedua di Solo. Dalam konggres ini
ditegaskan tentang keanggotaan Sarekat Islam, yaitu hanya rakyat biasa.
(Al-Ansori, 2010 : 97)
Sarekat
Islam yang bersifat terbuka dan merakyat itu dalam waktu singkat berkembang
denga pesat. Banyak ulama yang disegani duduk dalam organisasi itu. Selain itu
Sarekat Islam mementingkan rakyat biasa dan mayoritas anggotannya beragama
Islam. Cabang dan anggotanya tersebar dimana-mana dan menjadi organisasi masa
yang cukup besar pada zamannya. Walaupun SI tidak mencantumkan kegiatan
berpolitik, dalam perkembangan SI berjuang dibidang politik menuntut perlakuan
yang adil dari Hindia-Belanda. (Supriatna, 2007: 86)
Kemajuan Sarekat Islam ini membuat
pemerintah colonial Belanda merasa khawatir. Oleh karena itu, pemerintah
Belanda mengeluarkan peraturan yang menetapkan Sarekat Islam dan
cabang-cabangnya berdiri sendiri sebagi badan hukum dalam mengurus daerah
masing-masing. Untuk mengkoordinir cabang-cabang itu pemerintah mengizinkan
Sarekat Islam membentuk Central Sarekat Islam tahun 1915 sebagai wakil Sarekat
Islam daerah. Tujuannya untuk memajukan dan membantu cabang-cabang di daerah
itu dalam mengadakan kerjasama. (Al-Ansori, 2010 : 98)
Kegiatan politik yang dilakukan Sarekat Islam sangatlah
hati-hati dan secara bertahap. Pada juni 1916 diadakan diadakan konggres
konggres lanjutan di Bandung. Ketua SI, Tjokroaminoto mengkritik praktik
kolonialisme Belanda yang tidak menghormati hak asasi manusia di Indonesia. SI
juga menuntut agar wakil-wakil rakyat Indonesia diberi kesempatan untuk dududk
di pemerintahan. Pada kongres SI 20-27 Oktober 1917 di Jakarta, diambil
keputusan bahwa SI masih tetap menyetujui aksi parlementer-revolusioner dan
tetap mencita-citakan suatu pemerintahan nasional Indonesia. (Supriatna, 2007: 86)
Pemerintah Hindia-Belanda
yang mulai curiga ingin secepatnya berusaha memecah organisasi itu. Cara yang
digunakan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk memecah organisasi Islam itu
adalah dengan mengadakan penyusupan kedalam organisasi tersebut. Beberapa orang
Belanda yang berfaham Sosialis demokrasi didatangkan dari Belanda. Mereka
adalah HJFM, Sneevliet, J.A Bransteder, HW. Dekker, dan Bergsma. Diantara
mereka ini yang paling terkenal adalah Sneevliet. (Sudiyo, 2002: 33)
Dengan kedok ingin
memperbaiki nasib rakyat, maka Sneevliet dan kawan-kawan mudah bergaul dengan
orang-oramg SI. Melalui pergaulan ini paham sosialis-demokratis dimasukkan.
Bahkan tak sedikit ajaran maxis masuk kedalam tubuh SI. Akibatnya banyak orang–orang
SI yang tertarik dengan ajran tersebut. Oleh karena itu, dalam waktu yang tidak
terlalu lama, yaitu sejak kedatangan orang-orang berpaham sosialis demokrasi
pada tahun 1913, sehingga pada bulan Mei 1914 di Semarang didirikan Indische
Social Demokratische Vereniging (ISDV). Banyak orang-orang SI yang masuk
kedalam ISDV yang berarti mempunyai keanggotaan rangkap. (Sudiyo, 2002: 33-34)
Orang orang SI yang masuk
kedalam ISDV, antara lain ialah Semaun, Dharsono, Alimin, Tan Malaka, dan
lain-lain. Perbedaan pandangan antara orang-orang SI yang terpengaruh dan yang
tidak terpengaruh semakin tajam. Pada konggres di Yogyakarta 1921, SI
melaksanakan disiplin Partai seperti pada organisasi atau partai politik. Sikap
tersebut dikemukakan Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Adanya disiplin tersebut
mengharuskan anggota SI tidak terikat dengan organisasi lain. (Sudiyo, 2002:
34)
Disiplin partai telah
membuat Semaun dan Darsono dikeluarkan dari organisasi sehingga terjadi
perpecahan dalam tubuh SI. satu pihak mengikuti kelompok Semaun dan
kawan-kawan, yang menganut paham sosialis demokrasi yang berbau maxis dan yang
satu lagi pihak lagi mengikuti kelompok Cokroaminoto dan kawa-kawan yang tetap
meneruskan program lama, yaitu kebebasan ekonomi rakyat, berjiwa Islam, guan kekuatan
dan persatuan. Selanjutnya kelompok Semaun dan kawan-kawan disebut SI merah dan
kelompok Cokroaminoto dan kawan-kawan disebut SI putih. (Sudiyo, 2002: 34)
Atas dorongan Semau dan
kawan-kawan, maka dalam kongres ISDV ke-7 tanggal 23 Mei 1920, nama ISDV diubah
menjadi “Perserikatan Komunis Hindia” dan tidak lama kemudian pada tahun itu
juga Perserikatan Komunis Hindia itu di uabh namanya menjadi “Partai Komunis
Indonesia (PKI)”. Sedangkan SI putih mengusulkan rapat kepada CSI untuk
membahas penyatuan Sarekat Buruh. CSI menyetujui dan rapat diadakan pada bulan
April 1923. Dalam rapat tersebut diputuskan sebagai berikut.
1. Dibentuk
organisasi penyatuan Sarekat Buruh dengan nama “persatuan Vakbond Hindia” (PVH)
2. Apabila
ad seseorang pemimpin buruh ditangkap, kaum buruh akan mengadakan pemogokan.
Berhubung Semaun dan
kawan-kawan, sangat memaksa untuk pemogokan sehingga kelompok Cokroaminoto
menyatakan keluar dari PVH dan sekaligus juga mengubah sikapnya dari kooperatif
ke non-kooperatif. Dalam hal ini, berarti SI keluar dari Volksraad dan
menamakan organisasinya menjadi “Partai Sarekat Islam (PSI).” (Sudiyo, 2002:
35)