Senin, 14 Oktober 2013
Sabtu, 12 Oktober 2013
Apa Itu Paragraf Argumentasi ?
Paragraf
Argumentasi
Hallo teman, ada yang udah tau belum nih apa itu paragraf argumentasi ? nh bagi yang belum tahu,, nih aku kasih tau ya,,,
paragraf argumentasi itu adalah paragraf yang berisi tentang tulisan-tulisan yang disertai berbagai alasan, contoh, atau bukti-bukti yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca sehingga pembaca membenarkan isi paragraf tersebut.
nah agar sobat lebih paham,, aku kasih contoh nih.
contoh :
Perang antara Palestina dan Israel
sepertinya belum juga menunjukan titik terang. konflik Palestina dan Israel
menurut sejarah sudah berlangsung selama 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel
menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza, dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania).
Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Perang antara
Palestina dan Israel ini memakan korban yang tak sedikit. Bahkan dalam data
yang berasal dari Kementrian Luar Negeri Israel disebutkan pada tahun 2010
sebanyak 81 orang negara Palestina yang menjadi korban dan 8 orang korban dari
negara Israel. Banyak orang yang mengatakan bahwa perang Israel dan Palestina
adalah perang karena agama namun banyak juga yang tidak sependapat akan hal
itu.
Perang antara Israel dan Palestina
sebenarnya memang bukan merupakan perang agama Yahudi dan Islam. Sesungguhnya
hakikat permusuhan dan peperangan kita terhadap Zionis Israel bukan karena
mereka bangsa Semit. Permusuhan itu bukan pula karena agama “Yahudi” mereka
(Israel). Karena agama Yahudi adalah termasuk agama samawi yang telah dibawa
oleh Rasul Allah Musa a.s. Nurhasana, dkk (2011:137) mengatakan “ Dalam ajaran
Islam juga disebutkan bahwa Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan
orang yang tidak seagama, selama tidak memusuhi Islam.” Pada hakikatnya motif
pertikaian dan permusuhan kita dengan Zionis Israel, yaitu karena mereka
(Israel) telah mengobarkan api peperangan di mana-mana, merampas tanah warga
Palestina, merampas kehormatannya dan membantai penduduk tak berdosa secara
keji dan biadab. Peperangan yang dilakoni oleh kaum Muslimin terhadap Zionis
itu adalah demi kebenaran, menegakkan keadilan, dan melenyapkan kezhaliman.
Membebaskan tanah Palestina dan negeri-negeri Islam dari cengkraman Zionis
Israel dan menyelamatkan warganya dari kehancuran, adalah termasuk perang
fisabilillah yaitu perang di jalan Allah dan kita sesama umat muslim adalah
saudara. Sebagaimana layaknya orang-orang bersaudara, pasti jika saudaranya
sakit, yang lain akan ikut merasakanya. Minimal mendoakanya agar Ia diberi yang
terbaik. (Tim BSOM, 2012:38)
Dengan demikian, jelaslah bahwa
konflik yang terjadi antara Israel dan Plestina
bukan karena masalah agama tetapi lebih kepada perlakuan Israel yang
memulai peperangan dengan cara merampas tanah warga Palestina, membantai
penduduk Palestina yang tak berdosa sehingga puluhan bahkan ratusan orang
dewasa beserta anak-anak tewas dan sebagai sesama muslim kita juga wajib
membantu warga Palestina demi menyelamatkan warganya dari kehancuran.
nah,, paragraf diatas itu ingin meyakinkan para pembaca yang selama ini beranggapan bahwa perang antara Israel dan Palestina itu adalah perang Agama itu tidak semuanya benar,, akan tetapi penulis ingin menyakinkan kepada para pembaca bahwa perang antara Israel dan Palestina itu terjadi karena mereka
(Israel) telah mengobarkan api peperangan di mana-mana, merampas tanah warga
Palestina, merampas kehormatannya dan membantai penduduk tak berdosa secara
keji dan biadab. Pada paragraf ini penulis juga ingin menguatkan alasan yang ditulisnya yakni dengan menambahkan kutipan-kutipan.
nah begitulah sobat contoh paragraf argumentasinya,,, semoga sobat mengerti,,,
Selasa, 08 Oktober 2013
arti penting terusan suez dan krisis suez
KRISIS SUEZ
2.1 Arti Terusan Suez
bagi Imperialis Inggris
Sejak Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, Inggris
mulai menaruh perhatiannya terhadap Mesir. Cita-citanya ingin memperluas
pengaruhnya kenegeri “hadiah Sungai Nil” ini direalisasikan oleh Benjamin
Disraeli, sewaktu ia memegang tampuk pemerintahan sebagai Perdana menteri pada
1874-1880. Akan tetapi realisai tersebut baru mencapai tingkat perletakan dasar
saja.
Bersama
Salisbury, Disraeli mewakili golongan “empire” atau golongan “imperealisme”.
cita-cita golongan ini ialah melakukan perluasan kerajaan Inggris dan dan
mempererat kembali hubungan antara koloni dan negeri induk, sehingga
tercapailah suatu empire yang meliputi seluruh dunia. Untuk mencapai “Greater
Britain” Disraeli mulai melakukan perluasan daerah. Pada 1874, kepulauan Fiji
di Lautan Pacifik diduduki. Pada tahun berikutnya, ia mendengar bahwa Mesir
akan menjual sahamnya yang ada dalam maskapai Terusan Suez kepada pemerintah
Perancis, ia menggunakan kesempatan itu untuk memperluas pengaruh negerinya. Lord
Derby, menteri luar negerinya, dan Norlhcote, menteri keuanggannya tidak setuju
dengan maksud perdana menteri tersebut. Akan tetapi karena ratu Victoria menyokong
maksud pemberian tersebu, maka Disareli dengan cepat bertindak.tanpa menunggu
pengesahan parlemen, ia meminjam uang dari bank Rotschilds sebesar ₤ 4.080.000
dan dibelinya saham Khedive sebanayk 176.602 buah. Pembelian ini meliputi 44%
dari saham Mesir dari Maskapai Terusan Suez.
Tindakan
Disareli ini mengakibatkan perahtian dan kepentingan Inggris di Terusan Suez
sama besarnya dengan perancis saat itu. Oleh Karena itu keuda negeri ini selalu
bersaing pengaruh di negeri Mesir itu. Ketika Gladstone menyerang tindakan
Disraeli tersebut dan menuduhnya sebagai perbuatan Finnansial yang berbahaya,
Disraeli menjawab bahwa pembelian saham itu adalah suatu tindakan politi. Ia
mengatakan bahwa “Terusan Suez adalah jalan menuju ke India dan Mesir adalah
laksana sebuah kedai di jalan itu”
Disraeli
menyadari betapa pentinganya terusn tersebut sebagai alat penghubung antara
Eropa dan Asia. Baginya Terusan tersebut adalah kunci untuk menghubungkan
Inggris dan India. Oleh karena itu, ia bercita-cita membentuk suatu imperium
Britania Raya, maka jalan-jalan yang menuju ke India baik yang melalui tanjung
harapan maupun Suez, harus ada dalam tangannya. Ia juga berusaha menguasai
daerah-daerah disemenanjung jalan tersebut, setidak-tidaknya menjadikan
daerah-daerah itu sebagai pengaruh Inggris.
2.2
Penyebab jatuhnya Terusan Suez ketangan Inggris dan Perancis
Khedive Ismail (1863-1897), adalah penguasa yang
sangat boros. Selama ia memerintah ± 16 tahun, uang yang dibelanjakannya adalah
sebesar 90 juta pound, diperlukan untuk kepentingan pembangunan,penakhlukan
daerah Sudan, perbaikan pendidikan dan sebagainya. Disamping iuia menambah
jumlah upeti tahunan yang diperembahksn kepada Sultan Turki sebagai tanda
terimakasih karena sultan telah mengangerahkan sebutan khedive kepadanya.
Ismail juga membeli tanah-tanah milik tuan tanah dinegerinya, hingga tanah
miliknya menjadi 916.000 area. Akibatnya meningkatalah jumlah hutang Mesir
dengan pesatnya, dari 3 juta pound dalam tahun 1863 menjadi 80 juta pada
tahun 1876.
Untuk mencegah timbulnya kebangkrutan Negara. Ismail
menjual saham-sahamnya yang ada dalam Maskapai Terusan Suez. Karena pembeli
saham tersebut adalah Inggris (1875), maka sejak itu Inggris mulai mendapat
kesempatan untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah dalam negeri. Di
samping itu, sejarah persaingan imperialisme Inggris dan Pernacis di negeri
tersebut akan segera menyusul.
Uang yang diterima dari penjualan saham-saham itupun
ternyata tidak dapat menutupi kekurangan kas Negara Mesir. Pada tahun
berikutnya (1876), khedive Ismail menghadapi kebangkrutan lagi. Kemudian ia
mengajukan permintaan peminjaman kepda Perancis dan Inggris. Sebagai jawaban
atas permintaan tersebut, pemerintah Inggris mengirim Stephen Cave.untuk
meneliti dengan keuangan Mesir. Akibat dari penelidikan tersebut, dibentuklah
suatu panitia terdiri atas Negara-negara Eropa untuk mengurusi kemakmuran
Mesir. Bahaya kebangkrutan dapat diatasi. Dengan demikian maka karena soal
keuanganlah imperialis barat masuk ke Mesir.
2.3
Krisis Suez
Krisis
Suez adalah serangan militer Britania Raya, Perancis dan Israel terhadap Mesir
yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956. Serangan ini dilancarkan karena pada
tanggal 26 Juli 1956, Mesir menasionalisasikan Terusan Suez setelah tawaran
Britania Raya dan Amerika Serikat untuk mendanai pembangunan Bendungan Aswan
dicabut.
Pada tanggal 29 Oktober 1888
dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang secara bersama-sama menetapkan
status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi, dan peranan Terusan
Suez bagi dunia internasional. Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman,
Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir.
Konferensi menetapkan Terusan Suez berstatus internasional. Adapun hasil
konferensi Istambul Suez Canal Convention adalah sebagai berikut :
a) Kebebasan
berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, bak kapal dagang maupun kapal
perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
b) Semua
kapal yang melintasi Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda
peperangan.
c) Tidak
boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
d) Pemerintah
Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin pelaksanaan
Konferensi Istambul.
e) Kebebasan
berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.
f) Pokok-pokok
persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undang-undang yang
mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.
Terinspirasi
oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser menasionalisasi
Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. Dengan demikian, Terusan Suez yang
semula berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir. Tindakan Gamal Abdul Nasser ini tentu saja dianggap sebagai
pelanggaran serius yang segera mendapat reaksi dari Inggris dan Prancis. Kedua
negara Eropa yang mempunyai kepentingan dengan Terusan Suez berencana secara
besama-sama akan menyerang Mesir. Amerika Serikat sebagai negara adidaya dan
juga merupakan sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan penyerangan
tersebut. Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang sedang
bersengketa itu untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.
Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas
prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles diadakan
konferensi di London untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez. Konferensi itu
dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai
persetujuan tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang disebut Konferensi
London. Hasil Konferensi London menyebutkan, antara lain bahwa akan dibentuk suatu
badan internasional untuk menangani Terusan Suez. Namun, Gamal Abdul Nasser
tetap teguh pada pendirian untuk menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil
keputusan Konferensi London. Akibat sikap tersebut, ketegangan di kawasan Timur
Tengah memuncak kembali. Masalah Terusan Suez juga dimajukan dalam Sidang Dewan
Keamanan PBB pada bulan September 1956. Sekretaris Jenderal PBB,
DagHammerskjold menanggapi masalah Terusan Suez, memberi usulan damai yang
terkandung dalam enam hal seperti berikut.
a) Pentingnya
transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik secara
politik maupun teknik.
b) Kedaulatan
Mesir dan Terusan Suez harus dihormati nleh setiap negara.
c) Pengoperasian
Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.
d) Penetapan
bea tol harus diputuskan atas kesepakatan bersama antara Mesir dan negara
pemakai Terusan Suez.
e) Sebagian
pendapatan yang diperoleh harus digunakan kembali untuk pengembangan Terusan
Suez.
f) Jika
terjadi perselisihan harus diselesaikan secara damai melalui lembaga arbitrase
internasional.
Penyelesaian masalah
Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun, Mesir tetap
menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa
Mesir secara sepihak telah melakukan pelanggaran internasional. Oleh karena
itu, Inggris dan Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan
gabungan itu berhasil menduduki daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said.
Israel juga ikut melibatkan diri menyerang Mesir dan berhasil menduduki wilayah
Gurun Sinai.
Akibat serangan
gabungan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap membantu Mesir. tindakan
itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam masalah
Terusan Suez dengan membantu sekutunya, Inggris dan Prancis. Perang terbuka
akibat tindakan Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez
menimbulkan krisis internasional yang disebut Krisis Suez.
Krisis Suez mendapat
reaksi internasional dari negara-negara yang anti terhadap imperialisme dan
kolonialisme. PBB segera menggelar sidang umum untuk membahas Krisis Suez. Atas
usul Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, Dewan Keamanan PBB harus
segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di Mesir. Pasukan PBB itu nantinya
akan ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir–Israel. Pasukan penjaga
perdamaian PBB itu disebut United Nations Emergency Forces (UNEF).
2.4 Upaya
penyelesaian
Operasi yang bertujuan merebut
Terusan Suez ini berhasil dari sisi militer, namun merupakan bencana politik.
Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga harus mengurus Revolusi Hongaria. Amerika Serikat juga takut akan adanya perang yang lebih
luas setelah Uni Soviet dan negara-negara Pakta Warsawa lainnya mengancam untuk membantu Mesir dan melancarkan
serangan roket ke London, Paris dan Tel Aviv.
Maka dari itu, pemerintahan Eisenhower menyatakan gencatan senjata. Amerika Serikat meminta invasi
dihentikan dan mensponsori resolusi di Dewan Keamanan PBB yang meminta gencatan
senjata. Britania dan Perancis, sebagai anggota tetap, memveto resolusi tersebut.
Amerika Serikat lalu memohon kepada Majelis Umum PBB dan mengusulkan resolusi meminta gencatan senjata dan
ditariknya pasukan. Majelis Umum mengadakan "sesi khusus kedaruratan"
dan mengadopsi resolusi Majelis 1001, yang mendirikan United Nations Emergency Force (UNEF), dan menyatakan gencatan
senjata. Portugal dan Islandia mengusulkan untuk mengeluarkan Britania dan Perancis dari
pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mau mundur
dari Mesir. Britain and France withdrew from Egypt within a week.
Amerika Serikat juga melancarkan tekanan
finansial terhadap Britania Raya untuk mengakhiri invasi. Eisenhower
memerintahkan George
M. Humphrey
untuk menjual bagian dari "US Government's Sterling Bond holdings".
Pemerintah AS memegangnya sebagai bagian dari bantuan ekonomi terhadap Britania
setelah Perang Dunia II, dan pembayaran sebagian hutang Britania kepada AS, dan
juga bagian dari Rencana Marshall untuk membangun kembali ekonomi
Eropa Barat.
Arab Saudi juga memulai embargo minyak terhadap Britania dan Perancis. AS menolak membantu
minyak bumi hingga Britania dan Perancis setuju untuk mundur. Negara NATO
lainnya juga menolak untuk menjual minyak bumi yang mereka terima dari
negara-negara Arab ke Britania atau Perancis.
Pemerintah Britania dan pound
sterling berada dalam tekanan. Sir
Anthony Eden,
Perdana Menteri Britania Raya, terpaksa untuk mundur dan mengumumkan gencatan
senjata pada tanggal 6 November. Tentara Perancis dan Inggris selesai mundur
pada tanggal 22 Dessember 1956, dan digantikan oleh tentara Kolombia dan Denmark yang merupakan bagian dari UNEF. The Israelis left the
Sinai in March, 1957. Umum mengadakan "sesi khusus kedaruratan" dan
mengadopsi resolusi Majelis 1001, yang mendirikan United Nations Emergency Force (UNEF), dan menyatakan gencatan
senjata. Portugal dan Islandia mengusulkan untuk mengeluarkan Britania dan Perancis dari
pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mau mundur
dari Mesir.
2.5
Peranan Indonesia dalam membantu mengatasi Krisis Suez.
Bangsa Indonesia yang
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 harus ikut berperan dalam menciptakan
perdamaian dunia ikut tergerak membantu mengatasi Krisis Suez. Pada tanggal 8
November 1956 sebagai wujud partisipasi aktif bangsa Indonesia menyatakan
kesediaannya dalam menyelesaikan Krisis Suez dengan bersedia menempatkan pasukan
TNI sebagai penjaga perdamaian di wilayah Mesir dalam Komando UNEF. Pasukan TNI
yang dikirim sebagai penjaga perdamaian di Mesir disebut Pasukan Garuda.
Pasukan ini dipimpin oleh Letkol Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letkol
Saudi. Pasukan Misriga I berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Pengiriman pasukan
penjaga perdamaian oleh bangsa Indonesia dalam mengatasi Krisis Suez juga untuk
menunjukkan solidaritas sebagai sesama negara yang baru merdeka. Selain itu,
juga melaksanakan hasil keputusan yang telah diambil dalam Konferensi Asia
Afrika.
Langganan:
Postingan (Atom)