Blogger Widgets
Happy Cute Box Dog

Sabtu, 12 Oktober 2013

Apa Itu Paragraf Argumentasi ?


Paragraf Argumentasi
Hallo teman, ada yang udah tau belum nih apa itu paragraf argumentasi ? nh bagi yang belum tahu,, nih aku kasih tau ya,,,
paragraf argumentasi itu adalah paragraf yang berisi tentang tulisan-tulisan yang disertai berbagai alasan, contoh, atau bukti-bukti yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca sehingga pembaca membenarkan isi paragraf tersebut.
nah agar sobat lebih paham,, aku kasih contoh nih.
contoh : 
            Perang antara Palestina dan Israel sepertinya belum juga menunjukan titik terang. konflik Palestina dan Israel menurut sejarah sudah berlangsung selama 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza, dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Perang antara Palestina dan Israel ini memakan korban yang tak sedikit. Bahkan dalam data yang berasal dari Kementrian Luar Negeri Israel disebutkan pada tahun 2010 sebanyak 81 orang negara Palestina yang menjadi korban dan 8 orang korban dari negara Israel. Banyak orang yang mengatakan bahwa perang Israel dan Palestina adalah perang karena agama namun banyak juga yang tidak sependapat akan hal itu.
Perang antara Israel dan Palestina sebenarnya memang bukan merupakan perang agama Yahudi dan Islam. Sesungguhnya hakikat permusuhan dan peperangan kita terhadap Zionis Israel bukan karena mereka bangsa Semit. Permusuhan itu bukan pula karena agama “Yahudi” mereka (Israel). Karena agama Yahudi adalah termasuk agama samawi yang telah dibawa oleh Rasul Allah Musa a.s. Nurhasana, dkk (2011:137) mengatakan “ Dalam ajaran Islam juga disebutkan bahwa Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan orang yang tidak seagama, selama tidak memusuhi Islam.” Pada hakikatnya motif pertikaian dan permusuhan kita dengan Zionis Israel, yaitu karena mereka (Israel) telah mengobarkan api peperangan di mana-mana, merampas tanah warga Palestina, merampas kehormatannya dan membantai penduduk tak berdosa secara keji dan biadab. Peperangan yang dilakoni oleh kaum Muslimin terhadap Zionis itu adalah demi kebenaran, menegakkan keadilan, dan melenyapkan kezhaliman. Membebaskan tanah Palestina dan negeri-negeri Islam dari cengkraman Zionis Israel dan menyelamatkan warganya dari kehancuran, adalah termasuk perang fisabilillah yaitu perang di jalan Allah dan kita sesama umat muslim adalah saudara. Sebagaimana layaknya orang-orang bersaudara, pasti jika saudaranya sakit, yang lain akan ikut merasakanya. Minimal mendoakanya agar Ia diberi yang terbaik. (Tim BSOM, 2012:38) 
Dengan demikian, jelaslah bahwa konflik yang terjadi antara Israel dan Plestina  bukan karena masalah agama tetapi lebih kepada perlakuan Israel yang memulai peperangan dengan cara merampas tanah warga Palestina, membantai penduduk Palestina yang tak berdosa sehingga puluhan bahkan ratusan orang dewasa beserta anak-anak tewas dan sebagai sesama muslim kita juga wajib membantu warga Palestina demi menyelamatkan warganya dari kehancuran. 

nah,, paragraf  diatas itu ingin meyakinkan para pembaca yang selama ini beranggapan bahwa perang antara Israel dan Palestina itu adalah perang Agama itu tidak semuanya benar,, akan tetapi penulis ingin menyakinkan kepada para pembaca bahwa perang antara Israel dan Palestina itu terjadi karena mereka (Israel) telah mengobarkan api peperangan di mana-mana, merampas tanah warga Palestina, merampas kehormatannya dan membantai penduduk tak berdosa secara keji dan biadab. Pada paragraf ini penulis juga ingin menguatkan alasan yang ditulisnya yakni dengan menambahkan kutipan-kutipan.
nah begitulah sobat contoh paragraf argumentasinya,,, semoga sobat mengerti,,,

Selasa, 08 Oktober 2013

arti penting terusan suez dan krisis suez


KRISIS SUEZ


2.1 Arti Terusan Suez bagi Imperialis Inggris

                  Sejak Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, Inggris mulai menaruh perhatiannya terhadap Mesir. Cita-citanya ingin memperluas pengaruhnya kenegeri “hadiah Sungai Nil” ini direalisasikan oleh Benjamin Disraeli, sewaktu ia memegang tampuk pemerintahan sebagai Perdana menteri pada 1874-1880. Akan tetapi realisai tersebut baru mencapai tingkat perletakan dasar saja.
Bersama Salisbury, Disraeli mewakili golongan “empire” atau golongan “imperealisme”. cita-cita golongan ini ialah melakukan perluasan kerajaan Inggris dan dan mempererat kembali hubungan antara koloni dan negeri induk, sehingga tercapailah suatu empire yang meliputi seluruh dunia. Untuk mencapai “Greater Britain” Disraeli mulai melakukan perluasan daerah. Pada 1874, kepulauan Fiji di Lautan Pacifik diduduki. Pada tahun berikutnya, ia mendengar bahwa Mesir akan menjual sahamnya yang ada dalam maskapai Terusan Suez kepada pemerintah Perancis, ia menggunakan kesempatan itu untuk memperluas pengaruh negerinya. Lord Derby, menteri luar negerinya, dan Norlhcote, menteri keuanggannya tidak setuju dengan maksud perdana menteri tersebut. Akan tetapi karena ratu Victoria menyokong maksud pemberian tersebu, maka Disareli dengan cepat bertindak.tanpa menunggu pengesahan parlemen, ia meminjam uang dari bank Rotschilds sebesar ₤ 4.080.000 dan dibelinya saham Khedive sebanayk 176.602 buah. Pembelian ini meliputi 44% dari saham Mesir dari Maskapai Terusan Suez.
Tindakan Disareli ini mengakibatkan perahtian dan kepentingan Inggris di Terusan Suez sama besarnya dengan perancis saat itu. Oleh Karena itu keuda negeri ini selalu bersaing pengaruh di negeri Mesir itu. Ketika Gladstone menyerang tindakan Disraeli tersebut dan menuduhnya sebagai perbuatan Finnansial yang berbahaya, Disraeli menjawab bahwa pembelian saham itu adalah suatu tindakan politi. Ia mengatakan bahwa “Terusan Suez adalah jalan menuju ke India dan Mesir adalah laksana sebuah kedai di jalan itu”
Disraeli menyadari betapa pentinganya terusn tersebut sebagai alat penghubung antara Eropa dan Asia. Baginya Terusan tersebut adalah kunci untuk menghubungkan Inggris dan India. Oleh karena itu, ia bercita-cita membentuk suatu imperium Britania Raya, maka jalan-jalan yang menuju ke India baik yang melalui tanjung harapan maupun Suez, harus ada dalam tangannya. Ia juga berusaha menguasai daerah-daerah disemenanjung jalan tersebut, setidak-tidaknya menjadikan daerah-daerah itu sebagai pengaruh Inggris.

2.2 Penyebab jatuhnya Terusan Suez ketangan Inggris dan Perancis
Khedive Ismail (1863-1897), adalah penguasa yang sangat boros. Selama ia memerintah ± 16 tahun, uang yang dibelanjakannya adalah sebesar 90 juta pound, diperlukan untuk kepentingan pembangunan,penakhlukan daerah Sudan, perbaikan pendidikan dan sebagainya. Disamping iuia menambah jumlah upeti tahunan yang diperembahksn kepada Sultan Turki sebagai tanda terimakasih karena sultan telah mengangerahkan sebutan khedive kepadanya. Ismail juga membeli tanah-tanah milik tuan tanah dinegerinya, hingga tanah miliknya menjadi 916.000 area. Akibatnya meningkatalah jumlah hutang Mesir dengan pesatnya, dari 3 juta pound dalam tahun 1863 menjadi 80 juta pada tahun  1876.
Untuk mencegah timbulnya kebangkrutan Negara. Ismail menjual saham-sahamnya yang ada dalam Maskapai Terusan Suez. Karena pembeli saham tersebut adalah Inggris (1875), maka sejak itu Inggris mulai mendapat kesempatan untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah dalam negeri. Di samping itu, sejarah persaingan imperialisme Inggris dan Pernacis di negeri tersebut akan segera menyusul.
Uang yang diterima dari penjualan saham-saham itupun ternyata tidak dapat menutupi kekurangan kas Negara Mesir. Pada tahun berikutnya (1876), khedive Ismail menghadapi kebangkrutan lagi. Kemudian ia mengajukan permintaan peminjaman kepda Perancis dan Inggris. Sebagai jawaban atas permintaan tersebut, pemerintah Inggris mengirim Stephen Cave.untuk meneliti dengan keuangan Mesir. Akibat dari penelidikan tersebut, dibentuklah suatu panitia terdiri atas Negara-negara Eropa untuk mengurusi kemakmuran Mesir. Bahaya kebangkrutan dapat diatasi. Dengan demikian maka karena soal keuanganlah imperialis barat masuk ke Mesir.  


2.3 Krisis Suez
Krisis Suez adalah serangan militer Britania Raya, Perancis dan Israel terhadap Mesir yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956. Serangan ini dilancarkan karena pada tanggal 26 Juli 1956, Mesir menasionalisasikan Terusan Suez setelah tawaran Britania Raya dan Amerika Serikat untuk mendanai pembangunan Bendungan Aswan dicabut.
            Pada tanggal 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang secara bersama-sama menetapkan status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi, dan peranan Terusan Suez bagi dunia internasional. Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman, Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi menetapkan Terusan Suez berstatus internasional. Adapun hasil konferensi Istambul Suez Canal Convention adalah sebagai berikut :
a)      Kebebasan berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, bak kapal dagang maupun kapal perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
b)      Semua kapal yang melintasi Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda peperangan.
c)      Tidak boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
d)     Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin pelaksanaan Konferensi Istambul.
e)      Kebebasan berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.
f)       Pokok-pokok persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undang-undang yang mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.
Terinspirasi oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. Dengan demikian, Terusan Suez yang semula berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir. Tindakan Gamal Abdul Nasser ini tentu saja dianggap sebagai pelanggaran serius yang segera mendapat reaksi dari Inggris dan Prancis. Kedua negara Eropa yang mempunyai kepentingan dengan Terusan Suez berencana secara besama-sama akan menyerang Mesir. Amerika Serikat sebagai negara adidaya dan juga merupakan sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan penyerangan tersebut. Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang sedang bersengketa itu untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.
Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez. Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai persetujuan tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang disebut Konferensi London. Hasil Konferensi London menyebutkan, antara lain bahwa akan dibentuk suatu badan internasional untuk menangani Terusan Suez. Namun, Gamal Abdul Nasser tetap teguh pada pendirian untuk menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil keputusan Konferensi London. Akibat sikap tersebut, ketegangan di kawasan Timur Tengah memuncak kembali. Masalah Terusan Suez juga dimajukan dalam Sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan September 1956. Sekretaris Jenderal PBB, DagHammerskjold menanggapi masalah Terusan Suez, memberi usulan damai yang terkandung dalam enam hal seperti berikut.
a)      Pentingnya transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik secara politik maupun teknik.
b)      Kedaulatan Mesir dan Terusan Suez harus dihormati nleh setiap negara.
c)      Pengoperasian Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.
d)     Penetapan bea tol harus diputuskan atas kesepakatan bersama antara Mesir dan negara pemakai Terusan Suez.
e)      Sebagian pendapatan yang diperoleh harus digunakan kembali untuk pengembangan Terusan Suez.
f)       Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan secara damai melalui lembaga arbitrase internasional.

Penyelesaian masalah Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun, Mesir tetap menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa Mesir secara sepihak telah melakukan pelanggaran internasional. Oleh karena itu, Inggris dan Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan gabungan itu berhasil menduduki daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said. Israel juga ikut melibatkan diri menyerang Mesir dan berhasil menduduki wilayah Gurun Sinai.
Akibat serangan gabungan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap membantu Mesir. tindakan itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam masalah Terusan Suez dengan membantu sekutunya, Inggris dan Prancis. Perang terbuka akibat tindakan Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez menimbulkan krisis internasional yang disebut Krisis Suez.
Krisis Suez mendapat reaksi internasional dari negara-negara yang anti terhadap imperialisme dan kolonialisme. PBB segera menggelar sidang umum untuk membahas Krisis Suez. Atas usul Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, Dewan Keamanan PBB harus segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di Mesir. Pasukan PBB itu nantinya akan ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir–Israel. Pasukan penjaga perdamaian PBB itu disebut United Nations Emergency Forces (UNEF).

2.4 Upaya penyelesaian
Operasi yang bertujuan merebut Terusan Suez ini berhasil dari sisi militer, namun merupakan bencana politik. Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga harus mengurus Revolusi Hongaria. Amerika Serikat juga takut akan adanya perang yang lebih luas setelah Uni Soviet dan negara-negara Pakta Warsawa lainnya mengancam untuk membantu Mesir dan melancarkan serangan roket ke London, Paris dan Tel Aviv.
Maka dari itu, pemerintahan Eisenhower menyatakan gencatan senjata. Amerika Serikat meminta invasi dihentikan dan mensponsori resolusi di Dewan Keamanan PBB yang meminta gencatan senjata. Britania dan Perancis, sebagai anggota tetap, memveto resolusi tersebut. Amerika Serikat lalu memohon kepada Majelis Umum PBB dan mengusulkan resolusi meminta gencatan senjata dan ditariknya pasukan. Majelis Umum mengadakan "sesi khusus kedaruratan" dan mengadopsi resolusi Majelis 1001, yang mendirikan United Nations Emergency Force (UNEF), dan menyatakan gencatan senjata. Portugal dan Islandia mengusulkan untuk mengeluarkan Britania dan Perancis dari pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mau mundur dari Mesir. Britain and France withdrew from Egypt within a week.
Amerika Serikat juga melancarkan tekanan finansial terhadap Britania Raya untuk mengakhiri invasi. Eisenhower memerintahkan George M. Humphrey untuk menjual bagian dari "US Government's Sterling Bond holdings". Pemerintah AS memegangnya sebagai bagian dari bantuan ekonomi terhadap Britania setelah Perang Dunia II, dan pembayaran sebagian hutang Britania kepada AS, dan juga bagian dari Rencana Marshall untuk membangun kembali ekonomi Eropa Barat.
Arab Saudi juga memulai embargo minyak terhadap Britania dan Perancis. AS menolak membantu minyak bumi hingga Britania dan Perancis setuju untuk mundur. Negara NATO lainnya juga menolak untuk menjual minyak bumi yang mereka terima dari negara-negara Arab ke Britania atau Perancis.
Pemerintah Britania dan pound sterling berada dalam tekanan. Sir Anthony Eden, Perdana Menteri Britania Raya, terpaksa untuk mundur dan mengumumkan gencatan senjata pada tanggal 6 November. Tentara Perancis dan Inggris selesai mundur pada tanggal 22 Dessember 1956, dan digantikan oleh tentara Kolombia dan Denmark yang merupakan bagian dari UNEF. The Israelis left the Sinai in March, 1957. Umum mengadakan "sesi khusus kedaruratan" dan mengadopsi resolusi Majelis 1001, yang mendirikan United Nations Emergency Force (UNEF), dan menyatakan gencatan senjata. Portugal dan Islandia mengusulkan untuk mengeluarkan Britania dan Perancis dari pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mau mundur dari Mesir.

2.5 Peranan Indonesia dalam membantu mengatasi Krisis Suez.  
Bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 harus ikut berperan dalam menciptakan perdamaian dunia ikut tergerak membantu mengatasi Krisis Suez. Pada tanggal 8 November 1956 sebagai wujud partisipasi aktif bangsa Indonesia menyatakan kesediaannya dalam menyelesaikan Krisis Suez dengan bersedia menempatkan pasukan TNI sebagai penjaga perdamaian di wilayah Mesir dalam Komando UNEF. Pasukan TNI yang dikirim sebagai penjaga perdamaian di Mesir disebut Pasukan Garuda. Pasukan ini dipimpin oleh Letkol Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letkol Saudi. Pasukan Misriga I berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Pengiriman pasukan penjaga perdamaian oleh bangsa Indonesia dalam mengatasi Krisis Suez juga untuk menunjukkan solidaritas sebagai sesama negara yang baru merdeka. Selain itu, juga melaksanakan hasil keputusan yang telah diambil dalam Konferensi Asia Afrika.