Dalam dunia
pendidikan, kata kurikulum bukanlah sesuatu yang asing. Menurut UU Nomor 20
Tahun 2003 Pasal 1 butir 19 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan
bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.
Dari masa ke
masa, dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa kurikulum, mulai
dari kurikulum 1947 sampai dengan sekarang Kurikulum 2013. Beberapa kurikulum
tersebut yaitu, Kurikulum 1947 atau disebut rentjana pelajaran 1947, Kurikulum
1952 atau disebut Rentjana Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1964 atau disebut
Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994, Suplemen Kurikulum 1999, Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan yamg terbaru
yaitu Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 adalah
langkah lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis
tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 yang mencangkup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Kurikulum 2013 mulai
di implementasikan pada Juni 2013 untuk kelas I dan IV SD, kelas VII SMP, serta
kelas X SMA. Pada Juni 2014 diharapkan telah terlaksana untuk kelas I,II, IV,
V, VII, VIII, X, dan XI. Pada Juni 2015 sudah di implementasikan untuk semua
jenjang pendidikan.
Sebagaimana telah
dikemukakan pada definisi Kurikulum 2013 di atas, Kurikulum 2013 mencangkup
tiga kompetensi antara lain, kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara terpadu. Dari ke tiga kompetensi tersebut lantas timbul pertanyaan
mengapa yang diutamakan adalah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu? Bukankah pada KTSP juga telah ditekankan? Lantas apa bedanya?
Mengapa tidak lagi menonjolkan pengetahuan seperti kebanyakan kurikulum era
90-an? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu
fenomena negatif yang terjadi di masyarakat Indonesia dan urgensi dari
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pertama, kompetensi
sikap.
“Dua pelajar SMA di wilayah Kecamatan Benowo, Surabaya, ditangkap polisi seusai
mengikuti ujian nasional (UN), Rabu (16/4/2014). Keduanya diduga terlibat aksi
penjualan kunci jawaban UN. Modus yang dilakukan dua pelajar tersebut adalah
melakukan komunikasi dunia maya dengan salah seorang yang menawarkan isi
jawaban UN tingkat SMA. Setelah kesepakatan dicapai, jawaban tersebut
dikirim melalui e-mail oleh orang yang belum diketahui identitasnya
tersebut. Selanjutnya, jawaban ini diunduh oleh pelaku, lalu dicetak dan
diperbanyak untuk dijual kepada teman-teman sekolahnya. Aksi itu ternyata
menyebar dari mulut ke mulut, dan sampai ke telinga polisi. "Jawaban itu
dijual Rp 150.000 per paket. Belum diketahui berapa yang laku karena masih
dalam pemeriksaan," kata Kepala Satreskrim Polrestabes Surabaya AKBP
Farman.” (Kompas, 16 April 2014)
Menilik fenomena
negatif yang mengemuka di masyarakat Indonesia sekarang seperti kecurangan saat
ujian, perkelahian antar pelajar, korupsi, narkoba dan sebagainya tentu akan
timbul petanyaan, bagaimana Indonesia kedepan? Kemerosotan nilai-nilai moral
telah menjadi semacam lampu merah bagi semua lembaga pendidikan, orang tua,
negara, dan lembaga masyarakat lainnya.
Dunia pendidikan
mengetahui kemendesakan perlunya kembali pada pendidikan karakter di sekolah
untuk membentuk watak dan kerpribadian siswa. Pendidikan karakter sebenarnya
telah menjadi perhatian pemerintah semenjak tahun 1947 dan mulai berkurang
perhatiannya semenjak Kurikulum 1994 yang super padat.
Pendidikan karakter
atau sikap sangat penting. Dalam bukunya, Doni Koesoma menuliskan pendidikan
karakter memililki fungsi yang sangat strategis dan efektif dalam proses
perubahan sosial di masyarakat jika dikerjakan secara terencana…..Dalam
masyarakat yang mulai hilang nilai-nilai dan moralitas, pendidikan sikap adalah
momentum yang tepat untuk bangkit (2007: 132-133).
“Plato menekankan
pentingnya pengalaman masa dini dalam pembentukan karakter, akan tetapi ia juga
menyatakan bahwa pengalaman dikemudian hari juga dapat mengubah karakter”
(Santrock, 2003: 9). Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa aspek sikap merupakan
suatu hal yang sangat perlu mendapat perhatian secara lebih luas karena dari
dunia pendidikan inilah tempat anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunnya,
sehingga sangat diharapkan pendidikan sikap atau karakter mampu membentengi
diri anak dari kuatnya arus globalisasi. Dengan pendidikan sikap ini diharapkan
kecerdasan emosional anak mampu tumbuh selaras dengan kecerdasan
intelektualnya.
Kedua kompetensi
pengetahuan.
“Pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan dan
harapan-harapan.” (Maryati dan Suryawati, 2006: 123) Pengetahuan didapat
seseorang melalui pengalaman, intusi, logika, wahyu, atau kegiatan mencoba-coba
(trial dan error). Pengetahuan yang dimaksudkan disini lebih menjurus
kepada pemahaman siswa dalam belajar. “Pemahaman adalah keterampilan
intelektual yang menunjukan pengetahuan tentang apa yang “dikatakan” oleh
bentuk verbal, gambar dan symbol” (Ratih, 2008: 74)
Pentingnya pengetahuan
bagi kehidupan sangatlah besar. Saat manusia telah mampu mengembangkan apa yang
dipikirkannya, manusia akan mampu mengembangkan pengetahuan. Manusia
mengembangkan pengetahuan karena tidak sekedar untuk melangsungkan kehidupannya
akan tetapi dengan adanya pengetahuan akan mampu membuat manusia mengatasi permasalahan
yang hadir dalam hidupnya. Pemahaman yang tinggi akan membuat manusia menemukan
kebenaran-kebenaran yang baru. Artinya di dalam
hidupnya, manusia mempunyai tujuan yang lebih dari hanya sekadar hidup. Tujuan
inilah yang membuat manusia akan terus mengembangkan pengetahuannya yang mana
pengetahuan akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang istimewa. Dalam
bukunya Koentjaraningrat mengemukakan ada tujuh unsur kebudayaan dimana salah
satunya adalah sistem pengetahuan (2009:165). Pengetahuan mampu membangun
sebuah kebudayaan dan sebuah kebudayaan yang baik akan menghasilkan sebuah
peradaban maju.
Sebagaimana telah di
katakan diatas Kurikulum 2013 mengharapkan siswa tidak hanya terpaku dalam
pengahafalan teori, tetapi diharapkan mampu mempraktekannya atau
mengaplikasikannya agar diperoleh pengetahuan yang banyak sehingga mutu
pendidikan menjadi baik karena “Programme for
International Study Assessment (PISA) 2012 menempatkan Indonesia sebagai salah
satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian mutu pendidikan.
Pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai pelajar usia 15
tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains” (Tempo, 6 Desember 2013)
Pengalaman langsung,
observasi, partisipasi bahkan demonstrasi akan membuat siswa lebih optimal
dalam mencapai pembelajarannya. Pembelajaran yang optimal akan menghasilkan
banyak pula pengetahuan. Ini akan sangat berbeda ketika seorang siswa hanya
memperoleh pengetahuan dari buku atau sekedar mendengarkan saja ceramah
gurunya. Seperti contoh dalam pelajaran Sejarah, banyak siswa yang mampu
mengahapal apa saja peninggalan-peninggalan masa pra-sejarah di Indonesia, Akan
tetapi ketika mereka akan menunjukan langsung ke lapangan,banyak diantara siswa
masih belum mampu menunjukan benda-benda tersebut dikarenakan mereka belum
pernah melihat atau mengunjunginya secara langsung.
Ketiga, kompetensi
keterampilan
Kata keterampilan
sering sekali disalah artikan oleh sebagian orang. Banyak orang yang
mengasosiasikan keterampilan dengan kemampuan atau keterampilan fisik atau
gerak (motorik). Seperti contoh seseorang yang ahli menguasai panggung saat
berpidato sering dikatakan dengan pandai berpidato, sedangkan seseorang yang
pandai mebuat kue disebut terampil membuat kue padahal keterampilan hidup
sangat luas, meliputi seluruh dimensi perkembangan manusia (Sunarti dan
Purwani, 2005: 23)
Mengapa keterampilan
itu penting dalam aspek kompetensi Kurikulum 2013? Keterampilan yang diharapkan
dalam Kurikulum 2013 adalah keterampilan yang sangat luas yaitu keterampilan
proses untuk mengembangkan pengetahuannya. Seseorang yang punya Pengetahuan
yang luas belum tentu mempunyai keterampilan dan begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu mengapa dalam Kurikulum 2013 selain aspek pengetahuan, aspek
keterampilan juga perlu ditonjolkan lagi. Agar para siswa bukan hanya sekedar
hapal namun paham. Contoh dalam pelajaran Kesenian dan Keterampilan seringkali
para siswa diajarkan bagaimana cara menyulam atau membatik, tetapi yang
diajarkan hanya sekedar teori bukan praktek sehingga mereka hanya sekedar
mengetahui tetapi tidak terampil. Contoh lain ketika pelajaran Bahasa Inggris,
siswa diajarkan semua tentang teori, misalnya saya ambil contoh materi Simple
Past Tense ataupun Simple Present Tense. Rata-rata hampir seluruh siswa mampu
menghapal rumusnya dengan baik akan tetapi karena kurangnya praktik sehingga
tidak mampu berkembangnya keterampilan berbicara pada diri anak didik.
Jadi, dapat ditarik
kesimpulan mengapa aspek yang digalakan pada Kurikulum 2013 ini menyangkut
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap karena keterampilan dan pengetahuan
memegang peranan yang sangat besar untuk menciptakan sumber daya manusia
Indonesia yang memiliki kualitas, keterampilan tanpa pengetahuan tidak akan
mencapai hasil yang optimal begitu sebaliknya.
Untuk mencapai
kualitas yang terbaik keterampilan dan pengetahuan perlu diiringi oleh
pendidikan sikap agar para pemuda dan pemudi negeri ini tidak hanya cerdas
secara intelektual melainkan juga cerdas secara emosional serta memiliki
keterampilan sehingga mampu menghadapi tantangan-tantangan yang berasal dari
dunia luar.
Sumber
Kutipan
Faizal,
Ahmad. 2014. Jual Kunci Jawaban Rp 150.000, Dua Peserta UN Ditangkap.
Kompas 16 April 2014
Koentjaraningrat.
2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rieneka Cipta
Koesoma, Doni. 2007. Pendidikan
Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta : Grasindo
Maryati, Kun &
Juju Suryawati. 2006. Sosiologi. Jakarta: Esis
Ramelan, Ratih.
(2008). “Bahasa dan Kognisi”. Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Budaya.
Vol.10, 74.
Santrock, W Jhon.
2003. Adolescense Perkembangan Remaja. Jakarta: Gramedia
Sari, Rizki Puspita.
2006. Mutu Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia. Tempo 06 Desember
2013
Sunarti, Euis &
Rulli Purwani. 2005. Ajarkan Anak Keterampilan Sejak Dini. Jakarta: Elex
Media Kumputindo
Catatan!!!
tulisan ini disarankan hanya untuk dibaca sebagai referensi
karena sebagian isinya belum dipastikan keabsahanya. Jika untuk penulisan
makalah artikel dan sebagainya, ya....boleh juga deh, di copy (tidak terlalu
saya sarankan) dengan syarat mutlak, mencantumkan sumber. Bagi teman-teman
sekalian yang ingin memberi kritik, saran, dan masukan silahkan tinggalkan
oleh-olehnya di kolom komentar ya… terimakasih telah berkunjung…