Awan mendung sangat sempurna melingkupi
seluru atmosfer kota. Sejuk memang rasanya, tapi aku berani bertaruh jika suhu
ini turun sekitar tujuh atau delapan derajat lagi, pasti aku sudah menggigil kedinginan.
Kulirik jam perak mungil ditanganku, jam perak indah ini selalu mengingatkanku
pada perpisahan. Jarum panjangnya tepat berada di pukul dua belas begitu pula
jarum pendeknya. Seraya menghangatkan diri, ku teguk kopi moccaku yang tinggal
seperempat gelas itu sampai habis. Lalu kupanggil pelayan dan ku acungkan satu
jari ku kepadanya. Ia mengangguk tanda mengerti.
Cuaca
mendung ini benar-benar telah mebuat kelabu hatiku. Kulayangkan pandanganku
keluar menembus jendela kaca, jalan dan berlabuh disebuah bangku besi berwana
putih yang terletak di trotor jalan. Bangku itu tetap sama seperti yang
kujumpai tiga musim dingin lalu.
Kopiku
datang, kuletakkan beberapa lembar dolar di bakinya. Pelayan wanita itu
tersenyum dan berbalik memunggungiku dan menjauh. Ku teguk sedikit kopiku lalu
kebenarkan syal rajut putihku dan kupakai topi rajut biru mudaku. Aku berdiri
bergegas melangkah keluar menembus kebekuan yang mulai mendekapku.
(^3 (-_-)”
Kulirik jam perak mungil
ditanganku. Jarum panjangnya tepat berada di pukul dua belas begitu pula jarum
pendeknya. Seraya menghangatkan diri, ku teguk kopi moccaku yang tinggal
seperempat gelas itu sampai habis. Lalu kupanggil pelayan dan ku acungkan satu
jari ku kepadanya. Ia mengangguk tanda mengerti.
Cuaca
mendungi ini benar-benar telah mebuat kelabu hatiku. Kulayangkan pandanganku
keluar menembus jendela kaca, jalan dan berlabuh disebuah bangku besi berwana
putih yang terletak di trotor jalan. pria itu telah duduk disana sekitar
Sembilan puluh menit yang lalu. Ia memakai sweater berwarna biru dongker,
bersyal putih dengan topi rajut berwarna biru muda. Ditangannya tergenggam
sebuah kotak berukuran mini berwarnakan merah dengan pita perak yang
melayang-layang diterpa angin. Dapatku tanggkap gelisa dimatanya namun tidak
dengan tingkahnya. Ia tetap sabar menanti.
Kopiku
datang, kuletakan beberapa lembar dolar di bakinya. Pelayan wanita itu
tersenyum dan berbalik memunggungiku dan menjauh. Ku teguk sedikit kopiku,
malas sekali rasanya aku keluar, bertemu dengan seseorang yang sedang duduk
dibangku tepi jalan itu. Dinginnya dekapan cuaca belum mampu melelehkan
amarahku. Aku kesal sekali karena ia tiba-tiba saja membatalkan janji untuk
pergi menonton denganku tanpa alasan yang jelas, lalu semudah itu saja
mengiba-iba meminta maaf.
Aku termenung kembali. “Argghtt,,
help,, help,, ada perampok disini.” Aku mendengar teriakan dan kegaduhan dari
luar.
Aku terkaget, dengan spontan menoleh
dan terbeku atas apa yang terjadi. Sepersekian detik rasanya aku telah
kehilangan nyawaku. Lalu kebenarkan syal dan ku pakai topi rajut biru mudaku.
Aku berdiri bergegas melangkah keluar menembus kebekuan yang mulai mendekapku
dan kudapati kekasih tercintaku telah terkapar mati.